Beranda | Artikel
Sunnah-Sunnah Ketika Seseorang Mengumandangkan Adzan
Senin, 28 Februari 2022

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Sunnah-Sunnah Ketika Seseorang Mengumandangkan Adzan ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 26 Rajab Akhir 1443 H / 28 Februari 2022 M.

Download kajian sebelumnya: Sifat-Sifat Yang Dianjurkan Pada Seorang Muadzin

Kajian Sunnah-Sunnah Ketika Seseorang Mengumandangkan Adzan

Pada kajian sebelumnya kita sudah membahas tentang macam-macam adzan madzhab-madzhab para imam berkaitan dengan adzan. Ada yang mengatakan bahwa adzan itu ada 15 kalimat, ada yang mengatakan adzan itu ada 17 kalimat, dan ada yang mengatakan adzan itu 19 kalimat. Kita boleh memilih cara adzan mana saja dari cara-cara adzan tersebut selama cara tersebut datang dengan riwayat yang shahih.

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang sunnah-sunnah yang dianjurkan ketika seseorang mengumandangkan adzan.

Ada banyak sunnah yang disyariatkan ketika mengumandangkan adzan, yaitu:

1. Beradzan dalam keadaan suci

Beradzan dalam keadaan suci (baik dari hadats besar maupun dari hadats kecil). Dalil yang menunjukkan hal ini adalah keumuman dalil yang menunjukkan disunnahkannya berdzikir dalam keadaan suci. Karena adzan ini adalah ibadah yang bentuknya berzikir dan mengajak orang-orang untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kumpulan dzikir ini apabila kita kumandangkan, maka kita disunnahkan untuk mengumandangkannya dalam keadaan suci.

Lalu bagaimana ketika seseorang mengumandangkan adzan dalam keadaan belum berwudhu, apakah dibolehkan? Jawabannya bahwa semua ahli fiqih mengatakan bahwa adzan dalam keadaan tidak berwudhu itu dibolehkan.

Mereka berselisih pendapat tentang apabila seseorang adzan dalam keadaan hadats besar. Ada yang melarang, namun ada yang tetap membolehkan. Dan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah yang membolehkan. Karena tidak adanya dalil yang melarangnya. Dan pada asalnya berdzikir itu dibolehkan.

Namun adzan dalam keadaan junub itu sangat tidak pantas. Maha seharusnya kita benar-benar menghindari keadaan itu. Apalagi sebagian ulama melarangnya. Seperti Imam Ahmad, Imam Ishaq bin Rahuyah, keduanya melarang seseorang adzan bila keadaannya masih junub.

2. Adzan dalam keadaan berdiri

Menit ke-11:02 Ini termasuk di antara sunnah yang telah disepakati oleh para ulama. Perselisihan hanya ada pada apabila seseorang melakukan adzan dalam keadaan duduk karena sakit, apakah makruh ataukah tidak?

Imam Malik, Imam Al-Auza’i, dan pengikutnya Imam Abu Hanifah, mereka memakruhkan hal ini secara mutlak. Namun yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan tidak makruh kalau duduknya karena udzur. Adapun bagi orang lain yang masih bisa berdiri, maka makruh bagi dia untuk adzan dalam keadaan duduk.

Para ulama berijma’ bahwa disunnahkan adzan dalam keadaan berdiri. Hal ini berdasarkan hadits dari Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika beliau memerintahkan sahabat Bilal untuk mengumandangkan adzan. Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

قمْ يا بلالُ فنادِ بالصلاةِ

“Berdirilah wahai Bilal, lalu kumandangkan adzan serulah manusia agar mereka datang dan menjalankan shalat bersama-sama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits Abdullah bin Zaid yang menjelaskan tentang mimpi beliau. Dimana mimpi tersebut menjadi sebab disyariatkannya adzan.

رَأَيْتُ فِي الْمَنَامِ كَأنَّ رَجُلاً قَائماً…

“Aku melihat dalam mimpiku itu, disana ada seorang laki-laki yang berdiri. Kemudian disebutkan bahwa laki-laki tersebut mengumandangkan adzan…”

Ini menunjukkan bahwa sunnahnya adzan dalam keadaan berdiri.

3. Menghadap ke kiblat

Menit ke-15:48 Para ulama telah berijma’ bahwa termasuk di antara sunnah adzan adalah menghadap ke kiblat.

Ada beberapa riwayat yang menjelaskan hal ini. Namun riwayatnya lemah. Sehingga dalil yang kuat dalam masalah ini adalah ijma’ para ulama. Bahwa adzan itu sunnahnya menghadap ke kiblat.

Lalu kalau menghadap ke arah lain bagaimana? Jawabannya tidak ada masalah (boleh). Tapi itu meninggalkan yang lebih afdhal. Kalau bisa biar lebih afdhal kenapa kita harus meninggalkannya? Dengan menjalankan yang lebih afdhal kita akan mendapatkan pahala yang agung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

4. Memasukkan ujung jari ke kedua telinga

Menit ke-17:17 Hal ini disunnahkan karena itulah yang dahulu dicontohkan oleh sahabat Bilal Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu ketika beliau mengumandangkan adzan.

Alasan yang kedua sebagaimana disebutkan oleh para ulama bahwa dengan menutup lubang telinga, maka kita bisa lebih kuat untuk mengangkat suara. Sebagaimana kita tahu semuanya bahwa adzan itu dianjurkan untuk dikeraskan.

Makanya adzan itu seharusnya dikeluarkan suaranya dari masjid. Dan Alhamdulillah pemerintah telah mengeluarkan aturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Di dalam aturan tersebut disebutkan bahwa adzan tetap dibolehkan menggunakan  suara luar. Hal ini sesuai dengan dalil-dalil syariat. Karena memang adzan itu sunnahnya dikeluarkan agar orang-orang itu mendengar ajakan untuk shalat bersama.

Adapun nanti ketika iqamah tidak mengapa pakai speaker dalam saja. Dan juga tidak mengapa menggunakan speaker luar. Karena di sana ada orang-orang yang ketika adzan masih belum tergerak hatinya untuk pergi ke masjid. Tapi ketika iqamah mereka baru tergerak untuk pergi ke masjid.

Dalam masalah iqamah tidak harus dikeluarkan, tapi kalau dikeluarkan pun insyaAllah tidak menjadi masalah. Hal ini karena sebenarnya iqamah untuk orang-orang yang sudah siap-siap shalat dan berada di masjid.

5. Mengumpulkan dua takbir

Menit ke-29:19 Ketika membaca “Allahu akbar, Allahu akbar” itu dikumpulkan. Maksudnya adalah dua takbir berdekatan. Bisa dengan mewashalkan (meneruskannya) atau bisa dengan waqaf tapi berdekatan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

إذا قالَ المُؤَذِّنُ: اللَّهُ أكْبَرُ اللَّهُ أكْبَرُ، فقالَ أحَدُكُمْ: اللَّهُ أكْبَرُ اللَّهُ أكْبَرُ

“Apabila seorang muadzin mengatakan ‘Allahuakbar Allahuakbar,’ dan salah seorang dari kalian mengatakan ‘Allahuakbar Allahuakbar,’…” (HR. Muslim)

Hal ini menunjukkan bahwa mengumpulkan dua takbir ini menjadi satu adalah itu yang sesuai dengan tuntunan. Bukan memisahnya seakan-akan berdiri sendiri.

6. Menoleh ke kiri dan kanan

Menit ke- Menoleh ke kanan ketika membaca حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ dan menoleh ke kiri ketika membaca حَيًّ عَلى الفَلاحِ.

Hal ini ditunjukkan oleh hadits Abu Juhaifah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu, bahwa beliau melihat sahabat Bilal Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu ketika sedang mengumandangkan adzan. Beliau mengatakan:

فَجَعَلْتُ أَتَتَبَّعُ فَاهُ ههُنَا وَههُنَا بِالأَذانِ

“Maka akupun melihat bagaimana mulutnya sahabat Bilal ketika mengumandangkan adzan, beliau menoleh ke sini (maksudnya ke kanan) dan menoleh ke sini (maksudnya ke kiri).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Itu disunnahkan, terutapa ketika tidak ada pengeras suara. Di antara hikmah dari sunnah ini adalah agar suara adzan bisa menyebar lebih luas.

7. Membaca tatswib untuk adzan subuh

Menit ke-38:51 Tatswib adalah bacaan الصلاة خير من النوم (Shalat itu lebih baik daripada tidur). Ini dibaca setelah membaca حَيًّ عَلى الفَلاحِ diadzan shalat subuh.

Bagaimana menjawab ucapan ini? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian Sunnah-Sunnah Ketika Seseorang Mengumandangkan Adzan


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51474-sunnah-sunnah-ketika-seseorang-mengumandangkan-adzan/